Pengalaman Melahirkan Normal Anak Pertama Yang Tidak Terlupakan Dan Penuh Perjuangan
Wednesday, July 18, 2018
Add Comment
Jika ada seseorang yang bertanya kepada saya bagaimana rasanya melahirkan normal? Apakah sakit? saya akan katakan “Ya, pasti sakit!” Tidak bisa dibohongi melalui proses persalinan, mau yang normal ataupun ceasar sama-sama merasakan sakit dan memerlukan perjuangan.
Saat mencapai usia kandungan 9 bulan, rasanya deg-degan karena sudah mulai terbayang dan terpikirkan bagaimana nanti saat melahirkan. Terkadang timbul pertanyaan pada diri sendiri, “bisa ga ya? sanggup tidak?” Dan lain-lain. Tapi semua itu saya coba tepis dengan keyakinan bahwa Allah akan membantu dan memudahkan semuanya. Jauh-jauh hari saya mencoba untuk mensugesti diri sendiri bahwa saya bisa melahirkan normal dan semuanya akan baik-baik saja.
Alhamdulillah… pada tanggal 30 Oktober 2017, tepat waktu subuh lahirlah putri pertama kami. Setelah melalui perjuangan yang berat dan menahan rasa sakit yang cukup dahsyat, semua itu terbayar dengan lahirnya bayi mungil nan cantik. Sekejap rasa sakit hilang dan pastinya ada perasaan lega karena sudah bisa melihat anak pertama lahir ke dunia dengan selamat dan sehat.
Awal saya merasakan nyeri tanda mau melahirkan saat subuh pada minggu pagi. Saya kira hanya sakit perut mau BAB, namun ternyata setelah saya pergi ke WC justru tidak mau BAB. Barulah paginya saya sadar dan mulai khawatir, jangan-jangan ini tanda mau melahirkan? Saya pikir begitu. Rasa nyeri di perut terus datang namun dengan intensitas yang jarang, 1-2 jam sekali. Saya masih bisa beraktifitas normal selama seharian, seperti mencuci, ngpel, menyapu dan lain-lain. Saat diperiksa bidan pada pagi hari, katanya masih belum pembukaan. Jadi saya masih santai meski perut terkadang terasa nyeri.
Untunglah suami selalu siaga dan mendampingi saat hendak melahirkan. Segala keperluan sudah saya siapkan jauh-jauh hari, baju-baju bayi, kain bedong, handuk, kain sarung, baju ganti dan segala keperluan untuk melahirkan sudah siap dalam tas, jadi tinggal angkut saja hehe… ini perlu nih buat ibu-ibu yang mau melahirkan, sebaiknya persiapkan segala keperluan sebelum hari perkiraan lahir supaya tidak repot saat mendadak harus pergi ke Rumah Sakit atau klinik, karena pada sebagian kasus banyak yang melahirkan maju dari Hari Perkiraan Lahir (HPL) seperti contohnya saya. Saya maju 2 minggu dari HPL.
Setelah seharian menahan rasa nyeri, barulah pada malam harinya sekitar jam 10 malam, kontraksi semakin sering terjadi dan rasa nyeri semakin terasa. Saya buru-buru pergi ke klinik bidan dan segera ditangani. Suami yang pada dasarnya takut melihat darah dan jauh-jauh hari minta ijin untuk tidak menemani jika saya melahirkan, akhirnya tetap mendampingi hingga ke ruang bersalin (Thank you n love you so much )
Dari jam 11 malam hingga jam 3 dini hari saya terus mengejan, sempat beberapa kali hampir menyerah dan meminta untuk di bawa ke Rumah Sakit untuk di operasi saja, untunglah bidan yang menangani saya orangnya sabar dan terus memberi semangat. Suami juga tidak lepas untuk menguatkan dan memberi semangat yang luar bisa, ia terus meyakinkan saya meski ia sendiri tidak yakin saya bisa melahirkan normal hehe… mengingat tubuh saya yang kecil.
Akhirnya bidan meminta ijin kepada saya untuk merobek sedikit bagian guna membuka jalan lahir. Pada saat mendengar hal ini, suami saya seketika lemas karena merasa tidak tega. Sementara saya yang sudah tidak sabar dan kalut, hanya meng-iya-kan apa kata bidan. Saya pikir mau diapakan terserah yang penting bayi bisa keluar dan selamat.
Tepat saat mengejan, saya rasakan ada bagian yang seperti digunting dan rasa sakit yang sangat saya rasakan, saya tidak bisa menahan diri untuk tidak berteriak. Teriakan yang tiba-tiba itu ternyata membuat suami saya lemas seketika dan segera menyingkir dari sisi saya. Ia terduduk lemas karena tidak tega mendengar teriakan saya. Setelah jalan lahir dibuka, selang 1 jam lebih saat saya mulai mengejan tiada henti, dengan pertolongan Allah terdengarlah suara tangis bayi.
MasyaAllah…Allahu Akbar, hanya kalimat takbir dan hamdalah yang mampu saya ucapkan ketika melihat bayi mungil bersih bergerak-gerak dan ia menangis. Selang beberapa menit anak saya lahir, adzan subuh berkumandang di mesjid. Tepat adzan berkumandang, suami saya juga melantunkan adzan di telinga putri kecil kami.
Sungguh, jika bukan karena kekuasaan Allah, saya yang tidak ada daya upaya ini tidak akan pernah sanggup untuk bisa melahirkan normal. Saya kembali merasakan pertolongan-Nya, benarlah jika kita sudah sepenuhnya memasrahkan kepada Allah, Allah akan memberikan pertolong-Nya.
Kini, saya tahu betapa besar perjuangan dan pengorbanan seorang ibu, saat melahirkan itu saya jadi teringat betapa banyak dan besar dosa saya kepada ibu. Betapa sering saya melakukan hal-hal yang mungkin menyakiti hatinya, padahal ia telah berkorban nyawa untuk melahirkan saya. Terimakasih ibu… terimakasih mama.
Seandainya para suami tahu bagaimana sakit dan perihnya melahirkan, serta seberapa besar pengorbanan istri untuk bisa melahirkan seorang anak ke dunia, niscaya ia tidak akan tega untuk menyakiti istrinya terlebih hingga membuatnya meneteskan air mata.
“Wahai para lelaki…Cintai ibumu yang telah melahirkan ke dunia… Juga cintai istrimu yang telah mengorbankan hidupnya demi melahirkan anakmu ke dunia”
Saat mencapai usia kandungan 9 bulan, rasanya deg-degan karena sudah mulai terbayang dan terpikirkan bagaimana nanti saat melahirkan. Terkadang timbul pertanyaan pada diri sendiri, “bisa ga ya? sanggup tidak?” Dan lain-lain. Tapi semua itu saya coba tepis dengan keyakinan bahwa Allah akan membantu dan memudahkan semuanya. Jauh-jauh hari saya mencoba untuk mensugesti diri sendiri bahwa saya bisa melahirkan normal dan semuanya akan baik-baik saja.
![]() |
Ilustrasi foto: Google.com |
Alhamdulillah… pada tanggal 30 Oktober 2017, tepat waktu subuh lahirlah putri pertama kami. Setelah melalui perjuangan yang berat dan menahan rasa sakit yang cukup dahsyat, semua itu terbayar dengan lahirnya bayi mungil nan cantik. Sekejap rasa sakit hilang dan pastinya ada perasaan lega karena sudah bisa melihat anak pertama lahir ke dunia dengan selamat dan sehat.
Awal saya merasakan nyeri tanda mau melahirkan saat subuh pada minggu pagi. Saya kira hanya sakit perut mau BAB, namun ternyata setelah saya pergi ke WC justru tidak mau BAB. Barulah paginya saya sadar dan mulai khawatir, jangan-jangan ini tanda mau melahirkan? Saya pikir begitu. Rasa nyeri di perut terus datang namun dengan intensitas yang jarang, 1-2 jam sekali. Saya masih bisa beraktifitas normal selama seharian, seperti mencuci, ngpel, menyapu dan lain-lain. Saat diperiksa bidan pada pagi hari, katanya masih belum pembukaan. Jadi saya masih santai meski perut terkadang terasa nyeri.
Untunglah suami selalu siaga dan mendampingi saat hendak melahirkan. Segala keperluan sudah saya siapkan jauh-jauh hari, baju-baju bayi, kain bedong, handuk, kain sarung, baju ganti dan segala keperluan untuk melahirkan sudah siap dalam tas, jadi tinggal angkut saja hehe… ini perlu nih buat ibu-ibu yang mau melahirkan, sebaiknya persiapkan segala keperluan sebelum hari perkiraan lahir supaya tidak repot saat mendadak harus pergi ke Rumah Sakit atau klinik, karena pada sebagian kasus banyak yang melahirkan maju dari Hari Perkiraan Lahir (HPL) seperti contohnya saya. Saya maju 2 minggu dari HPL.
Setelah seharian menahan rasa nyeri, barulah pada malam harinya sekitar jam 10 malam, kontraksi semakin sering terjadi dan rasa nyeri semakin terasa. Saya buru-buru pergi ke klinik bidan dan segera ditangani. Suami yang pada dasarnya takut melihat darah dan jauh-jauh hari minta ijin untuk tidak menemani jika saya melahirkan, akhirnya tetap mendampingi hingga ke ruang bersalin (Thank you n love you so much )
Dari jam 11 malam hingga jam 3 dini hari saya terus mengejan, sempat beberapa kali hampir menyerah dan meminta untuk di bawa ke Rumah Sakit untuk di operasi saja, untunglah bidan yang menangani saya orangnya sabar dan terus memberi semangat. Suami juga tidak lepas untuk menguatkan dan memberi semangat yang luar bisa, ia terus meyakinkan saya meski ia sendiri tidak yakin saya bisa melahirkan normal hehe… mengingat tubuh saya yang kecil.
Akhirnya bidan meminta ijin kepada saya untuk merobek sedikit bagian guna membuka jalan lahir. Pada saat mendengar hal ini, suami saya seketika lemas karena merasa tidak tega. Sementara saya yang sudah tidak sabar dan kalut, hanya meng-iya-kan apa kata bidan. Saya pikir mau diapakan terserah yang penting bayi bisa keluar dan selamat.
Tepat saat mengejan, saya rasakan ada bagian yang seperti digunting dan rasa sakit yang sangat saya rasakan, saya tidak bisa menahan diri untuk tidak berteriak. Teriakan yang tiba-tiba itu ternyata membuat suami saya lemas seketika dan segera menyingkir dari sisi saya. Ia terduduk lemas karena tidak tega mendengar teriakan saya. Setelah jalan lahir dibuka, selang 1 jam lebih saat saya mulai mengejan tiada henti, dengan pertolongan Allah terdengarlah suara tangis bayi.
MasyaAllah…Allahu Akbar, hanya kalimat takbir dan hamdalah yang mampu saya ucapkan ketika melihat bayi mungil bersih bergerak-gerak dan ia menangis. Selang beberapa menit anak saya lahir, adzan subuh berkumandang di mesjid. Tepat adzan berkumandang, suami saya juga melantunkan adzan di telinga putri kecil kami.
Sungguh, jika bukan karena kekuasaan Allah, saya yang tidak ada daya upaya ini tidak akan pernah sanggup untuk bisa melahirkan normal. Saya kembali merasakan pertolongan-Nya, benarlah jika kita sudah sepenuhnya memasrahkan kepada Allah, Allah akan memberikan pertolong-Nya.
Kini, saya tahu betapa besar perjuangan dan pengorbanan seorang ibu, saat melahirkan itu saya jadi teringat betapa banyak dan besar dosa saya kepada ibu. Betapa sering saya melakukan hal-hal yang mungkin menyakiti hatinya, padahal ia telah berkorban nyawa untuk melahirkan saya. Terimakasih ibu… terimakasih mama.
Seandainya para suami tahu bagaimana sakit dan perihnya melahirkan, serta seberapa besar pengorbanan istri untuk bisa melahirkan seorang anak ke dunia, niscaya ia tidak akan tega untuk menyakiti istrinya terlebih hingga membuatnya meneteskan air mata.
“Wahai para lelaki…Cintai ibumu yang telah melahirkan ke dunia… Juga cintai istrimu yang telah mengorbankan hidupnya demi melahirkan anakmu ke dunia”
0 Response to "Pengalaman Melahirkan Normal Anak Pertama Yang Tidak Terlupakan Dan Penuh Perjuangan"
Post a Comment